Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
1/Pid.Pra/2022/PN Pms | herowhin Tumpal Fernando Sinaga | Kepala Kejaksaan Agung Republik Indonesia Cq. Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Cq. Kepala Kejaksaan Negeri Pematangsiantar | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Kamis, 03 Feb. 2022 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penangkapan | ||||
Nomor Perkara | 1/Pid.Pra/2022/PN Pms | ||||
Tanggal Surat | Kamis, 03 Feb. 2022 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan | pada pokoknya berisi penetapan Pemohon sebagai Tersangka dan barang bukti (Tahap II) dalam dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi dalam pemberian Fasilitas Kredit Ringan Batara Kepada Pegawai Perusahaan Daerah Pembangunan dan Aneka Usaha (PD.Paus) Kota Pematangsiantar oleh PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Tahun 2014;
Bahwa berdasarkan alasan hukum dan fakta sebagaimana diuraikan di atas, maka Pemohon mempunyai kedudukan hukum (Legal Standing) dan beralasan hukum untuk mengajukan permohonan praperadilan kepada Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kelas IB karena Pemohon telah memenuhi kualifikasi sebagai Pemohon Praperadilan dan juga Pemohon mempunyai hak yang dilingdungi oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk mengajukan praperadilan atas penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pemberian Fasilitas Kredit Ringan Batara Kepada Pegawai Perusahaan Daerah Pembangunan dan Aneka Usaha (PD.Paus) Kota Pematangsiantar oleh PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Tahun 2014;
ALASAN PEMOHON MENGAJUKAN PRAPERADILAN
Bahwa Pemohon sangat berkeberatan atas penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon berdasarkan SURAT PERINTAH PENYIDIKAN dari KEPALA KEJAKSAAN NEGERI PEMATANGSIANTAR Nomor: PRINT.DIK-01/L.2.12/Fd.1/2022 tanggal 03 Januari 2022, dan dalam Surat Panggilan Tersangka Nomor: SP-39/L.2.12/Fd.1/01/2022, tertanggal tanggal 20 Januari 2022 yaitu : atas dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam pemberian Fasilitas Kredit Ringan Batara Kepada Pegawai Perusahaan Daerah Pembangunan dan Aneka Usaha (PD.Paus) Kota Pematangsiantar oleh PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Tahun 2014;
Bahwa keberatan Pemohon yang menjadi alasan Pemohon mengajukan praperadilan atas penetapan Pemohon sebagai Tersangka dapat dijelaskan sebagai berikut :
BUKTI PERMULAAN DIPEROLEH DENGAN CARA-CARA TIDAK SAH.
Bahwa karena tindakan Termohon dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka merupakan bentuk penyimpangan dalam jabatan dan tindakan melanggar hukum serta tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) yang pada hakekatnya merupakan tindakan yang melanggar ketentuan Pasal 7 ayat (3) KUHAP, maka Penetapan Pemohon sebagai Tersangka dalam dugaan perkara Tindak Pidana Korupsi dalam pemberian Fasilitas Kredit Ringan Batara Kepada Pegawai Perusahaan Daerah Pembangunan dan Aneka Usaha (PD.Paus) Kota Pematangsiantar oleh PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk Tahun 2014 oleh Kejaksaan Negeri Pematangsiantar Nomor: PRINT.DIK-01/L.2.12/Fd.1/2022 tanggal 03 Januari 2022 TIDAK SAH DAN BERTENTANGAN DENGAN HUKUM;
Bahwa menurut Pasal 1 angka 2 KUHAP, yang dimaksud dengan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan Tersangkanya;
Bahwa definisi Tersangka menurut ketentuan Pasal 1 angka 14 KUHAP adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
Bahwa dengan merujuk pada Pertimbangan Hukum Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 Penetapan Tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang di dalamnya kemungkinan terdapat tindakan sewenang-wenang dari penyidik yang termasuk dalam perampasan hak asasi seseorang;
Bahwa dengan demikian pengertian Penetapan Tersangka adalah merupakan tindakan penyidik sebagai bagian dari proses penyidikan, yang berdasarkan bukti permulaan menetapkan seseorang yang patut diduga sebagai pelaku tindak pidana;
Bahwa merujuk kepada Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor : 21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015 Angka (3.14) Butir 5 pada halaman 98, yang menyatakan bahwa agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certa dan asas lex stricta dalam hukum pidana, penetapan seseorang menjadi tersangka harus memenuhi sekurang-kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon Tersangkanya;
Bahwa Pertimbangan Hukum Mahkamah Konstitusi dimaksud selengkapnya tertulis sebagai berikut : “Oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah, agar memenuhi asas kepastian hukum yang adil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 serta memenuhi asas lex certadan asas lex stricta dalam hukum pidana maka frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP harus ditafsirkan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya, kecuali terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya (in absentia). Artinya, terhadap tindak pidana yang penetapan tersangkanya
dimungkinkan dilakukan tanpa kehadirannya tersebut, tidak diperlukan pemeriksaan calon tersangka.” “Menimbang bahwa pertimbangan Mahkamah yang menyertakan pemeriksaan calon tersangka di samping minimum dua alat bukti tersebut di atas, adalah untuk tujuan transparansi dan perlindungan hak asasi seseorang agar sebelum seseorang ditetapkan sebagai tersangka sudah dapat memberikan keterangan yang seimbang dengan minimum dua alat bukti yang telah ditemukan oleh penyidik. Dengan demikian, berdasarkan alasan tersebut di atas, seorang penyidik di dalam menentukan “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dapat dihindari adanya tindakan sewenang-wenang, terlebih lagi di dalam menentukan bukti permulaan yang cukup selalu dipergunakan untuk pintu masuk bagi seorang penyidik di dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka. Dengan uraian pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah dalil Pemohon a quo beralasan menurut hukum;” Bahwa menurut ketentuan Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dimaksud dengan alat bukti yang sah ialah : Keterangan saksi; Adapun dasar Termohon melakukan penetapan tersangka terhadap Pemohon adalah tidak sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu berupa : Fotocopy Surat Keterangan ditandatangani seluruh direksi PD.PAUS No. 900/321/PAUS/XII/2014 tanggal 03 Desember Bahwa penetapan tersangka oleh Termohon terhadap Pemohon tidak sesuai dengan Undang-undang yang berlaku dimana bukti surat yang diajukan oleh Jaksa adalah fotokopi, hukum pembuktian memberikan penilaian dan penghargaan kepada salinan jauh lebih tinggi daripada fotokopi, yang dapat dilihat dalam Pasal 1889 KUHPerdata dan Pasal 302 Rbg. Sedangkan pada fotokopi, belum ada ketentuan yang mengakomodasi penilaiannya. Pada umumnya, keabsahan identiknya fotokopi dengan aslinya diakui apabila para pihak dapat menunjukkan surat aslinya.
Bahwa merujuk pada Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 3609 K/Pdt/1995 Tertanggal 9 Desember 1997 menyatakan “surat bukti fotocopy yang tidak dapat diajukan atau tidak pernah ada surat aslinya harus dikesampingkan sebagai bukti surat”;
Berdasarkan ketentuan Putusan Mahkamah Agung (selanjutnya disebut MA) Republik Indonesia Nomor 7011 K/Sip/1974, pengakuan keabsahan identiknya fotokopi dengan aslinya dapat diakui apabila pihak yang mengajukan alat bukti tersebut mampu menunjukkan aslinya di muka persidangan, apabila tidak dapat menunjukkan aslinya maka fotokopi tidak bernilai sebagai salinan pertama atau salinan keberapa sehingga tidak sah sebagai alat bukti; PERMOHONAN/PETITUM.
Bahwa oleh karena itu Pemohon memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Pengadilan Negeri Pematangsiantar Kelas IB yang memeriksa dan mengadili perkara a quo dapat menjatuhkan putusan sebagai berikut : Menyatakan permohonan praperadilan yang diajukan Pemohon diterima seluruhnya; Atau Apabila Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adilnya (Ex Aequo Et Bono). Demikian Permohonan Praperadilan disampaikan, atas perhatian dan perkenaan Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Cq. Hakim Praperadilan Pemeriksa Permohonan aquo diucapkan terima kasih.
Hormat Pemohon Praperadilan, Kuasa Hukumnya Law Office Kesita Eva Tobing, S.H.,M.H & Partnes
KESITA EVA LUMBANTOBING, S.H., M.H
RISMAN HARIANTO SIBURIAN, S.H
|
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |