Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
7/Pid.Pra/2021/PN Pms | Sabar Frengky Siahaan | Kepala Badan Narkotika Pematangsiantar Cq.Kasi Pemberantasan | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Rabu, 10 Nov. 2021 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penghentian penyidikan | ||||
Nomor Perkara | 7/Pid.Pra/2021/PN Pms | ||||
Tanggal Surat | Rabu, 10 Nov. 2021 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan |
Simalungun, 09 November 2021
Kepada Yth., Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Cq. Hakim Tunggal Praperadilan Di - Pematangsiantar,-
Perihal : PERMOHONAN PRAPERADILAN
Dengan hormat,
Perkenankan kami :
HARFIN G. SIAGIAN, S.H., M.H.
Advokat / Penasehat Hukum, dari kantor Lembaga Bantuan Hukum – Perjuangan Keadilan (LBH-PK), yang beralamat di Jalan Asahan Kompleks Griya Blok A No. 7 Siantar Estate, Kecamatan Siantar, Kab. Simalungun, Prov. Sumatera Utara, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 14 Oktober 2021 (terlampir) bertindak untuk dan atas nama SABAR FRENGKY SIAHAAN. Untuk selanjutnya disebut “PEMOHON”
PEMOHON dengan ini mengajukan PERMOHONAN PRAPERADILAN sehubungan dengan PENANGKAPAN, PENAHANAN, PENGGELEDAHAN, PENYITAAN DAN PENETAPAN TERSANGKA YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM atas diri PEMOHON di wilayah hukum Pengadilan Negeri Pematangsiantar oleh Kepala Badan Narkotika Kota Pematangsiantar Cq. Kasi Pemberantasan, beralamat di Pematangsiantar. Untuk selanjutnya disebut “TERMOHON”
Adapun yang menjadi alasan permohonan pemohon adalah sebagai berikut :
DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN Tindakan upaya paksa, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia. Menurut Andi Hamzah (1986:10) praperadilan merupakan tempat mengadukan pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang memang pada kenyataannya penyusunan KUHAP banyak disemangati dan berujukan pada Hukum Internasional yang telah menjadi International Customary Law. Oleh karena itu, Praperadilan menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan tersebut. Hal ini bertujuan agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia sebagai tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan. Di samping itu, praperadilan bermaksud sebagai pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan (vide Penjelasan Pasal 80 KUHAP). Berdasarkan pada nilai itulah penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan agar lebih mengedepankan asas dan prinsip kehati-hatian dalam menetapkan seseorang menjadi tersangka.
Bahwa sebagaimana diketahui Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka; Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP diantaranya adalah : Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; Dalam perkembangannya pengaturan Praperadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 10 Jo. Pasal 77 KUHAP, sering terjadi tidak dapat menjangkau fakta perlakuan aparatur penegak hukum yang nyata-nyata merupakan pelanggaran hak asasi seseorang, sehingga yang bersangkutan tidak memperoleh perlindungan hukum yang nyata dari Negara. Untuk itu perkembangan yang demikian melalui dapat diakomodirnya mengenai sah tidaknya penetapan tersangka dan sah tidaknya penyitaan telah diakui merupakan wilayah kewenangan praperadilan, sehingga dapat meminimalisasi terhadap perlakuan sewenang-wenang oleh aparat penegak hukum. Dalam kaitan perubahan dan perkembangan hukum dalam masyarakat yang demikian, bukanlah sesuatu yang mustahil terjadi dalam praktik sistem hukum di negara mana pun apalagi di dalam sistem hukum common law, yang telah merupakan bagian dari sistem hukum di Indonesia. Peristiwa hukum inilah yang menurut (alm) Satjipto Rahardjo disebut ”terobosan hukum” (legal-breakthrough) atau hukum yang prorakyat (hukum progresif) dan menurut Mochtar Kusumaatmadja merupakan hukum yang baik karena sesuai dengan perkembangan nilai-nilai keadilan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Terobosan hukum dan hukum yang baik itu merupakan cara pandang baru dalam memandang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia. Dengan demikian hukum bukan hanya memiliki aspek normatif yang diukur dari kepastiannya melainkan juga memiliki aspek nilai (values) yang merupakan bagian dinamis aspirasi masyarakat yang berkembang dan terkini.
Bahwa selain itu telah terdapat beberapa putusan pengadilan yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011 Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut : Mengadili, Menyatakan : Mengabulkan Permohonan untuk sebagian : [dst] Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka merupakan bagian dari wewenang Praperadilan. Mengingat Putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat, maka sudah tidak dapat diperdebatkan lagi bahwa semua harus melaksanakan Putusan yang telah berkekuatan hukum tetap sejak diucapkan. ALASAN PERMOHONAN PRAPERADILAN 1. PEMOHON TIDAK PERNAH DIPERIKSA SEBAGAI CALON TERSANGKA Bahwa melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 21/PUU-XII/2014. MK mengabulkan sebagian permohonan yang salah satunya menguji ketentuan objek praperadilan. Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi menyatakan inkonstitusional bersyarat terhadap frasa “bukti permulaan”, “bukti permulaan yang cukup”, dan “bukti yang cukup” dalam Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP sepanjang dimaknai minimal dua alat bukti sesuai Pasal 184 KUHAP. Pasal 77 huruf a KUHAP dinyatakan inkontitusional bersyarat sepanjang dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan, dan penyitaan. 2. TIDAK PERNAH ADA PENYELIDIKAN ATAS DIRI PEMOHON Bahwa sebagaimana diakui baik oleh Pemohon maupun Termohon, bahwa penetapan tersangka atas diri Pemohon baru diketahui oleh Pemohon berdasarkan Surat Penangkapan dan Penahanan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon dengan Nomor : Sp.Jangkap/005-BRNTS/IX/2021/BNNK-PS tertanggal 17 September 2021 dan Surat Penahanan Nomor : SP.Han/005-BRNTS/IX/2021/BNNK-PS tertanggal 20 September 2021. Bahwa apabila mengacu kepada surat-surat tersebut, tidak pernah ada surat perintah penyelidikan kepada Pemohon. Padahal sesuai Pasal 1 angka 1 dan 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, memiliki tugas melakukan penyelidikan dan penyidikan. 3. TERMOHON TIDAK CUKUP BUKTI DALAM MENETAPKAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA Bahwa Termohon dalam menetapkan tersangka dalam Tindak pidana Narkotika Golongan I Jenis Shabu, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika oleh Badan Narkotika Nasional Kota Pematangsiantar kepada Pemohon hanya berdasar pada 28 Keterangan Pemohon, 1 keterangan saksi lain yang menerangkan bahwa barang bukti yang disita oleh Termohon buka milik Pemohon, dan beberapa barang-barang yang telah disita, hal ini berdasar pada Berita Acara Pemeriksaan sebagai Tersangka oleh Termohon kepada Pemohon tertanggal 17 September 2021. 4. PENETAPAN PEMOHON SEBAGAI TERSANGKA MERUPAKAN TINDAKAN KESEWENANG-WENANGAN DAN BERTENTANGAN DENGAN ASAS KEPASTIAN HUKUM Indonesia adalah negara demokrasi yang menjunjung tinggi hukum dan Hak azasi manusia (HAM) sehingga azas hukum presumption of innosence atau azas praduga tak bersalah menjadi penjelasan atas pengakuan kita tersebut. Bukan hanya kita, negarapun telah menuangkan itu kedalam Konstitusinya (UUD 1945 pasal 1 ayat 3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah negara hukum, artinya kita semua tunduk terhadap hukum dan HAM serta mesti terejawantahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara kita termasuk dalam proses penegakan hukum, jika ada hal yang kemudian menyampingkan hukum dan Hak Azasi Manusia tersebut. Maka negara wajib turun tangan melalui perangkat-perangkat hukumnya untuk menyelesaikan. – ditetapkan oleh pejabat yang berwenang – dibuat sesuai prosedur; dan – substansi yang sesuai dengan objek Keputusan Bahwa sebagaimana telah Pemohon uraikan diatas, bahwa Penetapan tersangka Pemohon dilakukan dengan tidak terpenuhinya prosedur menurut ketentuan peraturan-perundang undangan yang berlaku. Sehingga apabila sesuai dengan ulasan Pemohon dalam Permohonan A Quo sebagaimana diulas panjang lebar dalam alasan Permohonan Praperadilan ini dilakukan tidak menurut ketentuan hukum yang berlaku, maka seyogyanya menurut Pasal 56 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan adalah sebagai berikut : “Keputusan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan Keputusan yang tidak sah”
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP jo Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015, dan mohon kepada Ketua Pengadilan Negeri Pematangsiantar Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan ini berkenan memeriksa dan memutuskan sebagai berikut:
Menyatakan tindakan Termohon menetapkan Pemohon sebagai tersangka dengan dugaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (2) dan Pasal 114 ayat (2) oleh Badan Narkotika Nasional Kota Pematangsiantar adalah tidak sah dan tidak berdasarkan atas hukum dan oleh karenanya penetapan tersangka a quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkenaan dengan penetapan tersangka atas diri Pemohon oleh Termohon;
Memerintahkan kepada Termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap perintah penyidikan kepada Pemohon;
Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON dengan seketika atas nama SABAR FRENGKY SIAHAAN dari Rumah Tahanan BNN Kota Pematangsiantar;
Memulihkan hak Pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya;
Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku. ATAU,
Jika Majelis Hakim Praperadilan berpendapat lain mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).
Hormat Kami, Kuasa Hukum Pemohon,
HARFIN G. SIAGIAN, S.H. FRANSISKUS SILALAHI, S.H.
TUA FERRY GEMAYEL, S.H. JOSIA M.T. MANIK, S.H. |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |