Kembali |
Nomor Perkara | Pemohon | Termohon | Status Perkara |
3/Pid.Pra/2024/PN Pms | Kodam Sitepu | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II. | Minutasi |
Tanggal Pendaftaran | Selasa, 01 Okt. 2024 | ||||
Klasifikasi Perkara | Sah atau tidaknya penetapan tersangka | ||||
Nomor Perkara | 3/Pid.Pra/2024/PN Pms | ||||
Tanggal Surat | Selasa, 01 Okt. 2024 | ||||
Nomor Surat | - | ||||
Pemohon |
|
||||
Termohon |
|
||||
Kuasa Hukum Termohon | |||||
Petitum Permohonan |
Bahwa terdapat surat edaran Mahkamah Agung yang menyatakan Khusus Praperadilan Pidana Pajak, Pengadilan yang berwenang mengadili adalah tempat kedudukan penyidiknya. Kekhususan tersebut tidaklah dapat dibenarkan dan tidak dapat diberlakukan mutlak, karena baik praperadilan terhadap KPK, Kejaksaan, Kepolisian, Penegakan Hukum Penyidikan di Direktorat Jenderal Bea Cukai, Penyidikan di Kementerian Lingkungan Hidup, dan PPPN-PPNS lembaga pemerintahannya lainnya mengikuti ketentuan Pasal 118 HIR/Rbg. Perlu juga ditegaskan bahwa Surat Edaran tersebut tidak mengikat bagi masyarakat karena BUKANLAH undang-undang. Bahwa sejak jaman Belanda sudah diterbitkan ketentuan Pasal 118 HIR/Rbg untuk memudahkan bagi Pencari Keadilan, yang menentukan Wewenang Relatif Pengadilan Negeri adalah sesuai dengan Locus Delicti bermaksud untuk memudahkan masyarakat mendapat perlindungan hukum dari Badan-badan peradilan sebagaimana dinyatakan oleh Yahya Harahap dalam bukunya, Hukum Acara Perdata (hal. 192-202), setidaknya ada 7 patokandalam menentukan kewenangan relatif pengadilan berdasarkan Pasal 118 HIR/Pasal 142 RBg, yakni:
Oleh karena salah satu Termohon dalam praperadilan ini adalah Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara II yang berdomisili di alamat: Jl. Kapten MH Sitorus No. 2 Pematang Siantar, maka Pengadilan Negeri Kelas 1A memiliki kewenangan relative untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan permohonan praperadilan a quo.
Apalagi pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada putusan nomor: 83/PUU-XXI/2023 tanggal 13 Februari 2024 menyebutkan (halaman 248) menyebutkan: Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat oleh karena frasa “pemeriksaan bukti permulaan sebelum penyidikan” dalam norma Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 UU 7/2021 yang di dalamnya memperbolehkan dilakukannya tindakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43A ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 UU 7/2021 yang sesungguhnya merupakan bagian dari tindakan upaya paksa. Diketahui dengan jelas bahwa pada Pasal 43A ayat (1) UU KUP membolehkan upaya paksa. Dengan demikian pada pemeriksaan surat (Penyitaan dan Penggeledahan) ini untuk menerbitkan Laporan Kejadian Nomor: LAP-2/WPJ.264/2023 tanggal 5 Desember 2023 pasti ada upaya paksa yang dilakukan, tanpa izin dari Ketua Pengadilan Negeri sehingga upaya paksa tersebut bertentangan dengan Pasal 33 dan Pasal 38 KUHAP.
3. Bahwa Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRIN-4/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 6 Desember 2023 dan Nomor: PRIN-8/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 14 Mei 2024 diterbitkan oleh Pejabat yang tidak berwenang
(2)Surat Perintah Penyidikan wajib diperbaharui apabila dalam proses penyidikan terjadi pergantian petugas yang diperintahkan untuk melaksanakan penyidikan. (3) Pejabat yang berwenang menandatangani Surat Perintah Penyidikan serendah-rendahnya oleh pejabat: a.Direktur pada Bareskrim Polri di tingkat Mabes Polri; b.Kepala Satuan Reserse untuk Tingkat Polda; c.Kepala Satuan Reserse untuk tingkat Polres/Poltabes/Polwiltabes; atau
Dan berdasarkan pertimbangan Pasal 33 Perkapolri nomor 12 tahun 2009 tersebut diatas menegaskan tidak ditemukan Undang-undang yang tegas dan jelas memberikan wewenang kepada Kepala Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara II selaku Penyidik untuk menerbitkan surat perintah penyidikan nomor: PRIN-4/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 6 Desember 2023 dan Nomor: PRIN-8/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 14 Mei 2024 kepada Penyidik.
Bahwa Pemohon ditetapkan sebagai Tersangka pelaku tindak pidana yang diatur pada Pasal 39 ayat (1) huruf i Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Beberapa Kali Terakhir Dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja menjadi Undang-undang, yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja:
Bahwa Pemohon (yang merupakan Direktur di CV Frima) telah melaporkan Surat Pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (SPT PPN) Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Rantau Prapat. Bahwa terhadap SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 tersebut merupakan bersifat rahasia. Hal ini dapat dimaknai kepada ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU KUP yang berbunyi: “Setiap pejabat dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.” Selanjutnya pada Pasal 34 ayat (3) UU KUP berbunyi: “Untuk kepentingan negara, Menteri Keuangan berwenang memberi izin tertulis kepada Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tenaga ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (2) supaya memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti tertulis dari atau tentang Wajib Pajak kepada pihak yang ditunjuk.” Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (3) UU KUP di atas, maka Pejabat Kepala KPP yang menguasai SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 yang sebelumnya telah dilaporkan kepadanya oleh CV Frima (Perusahaan Dimana Pemohon berkedudukan sebagai Direkturnya) harus memiliki izin tertulis dari Menteri Keuangan untuk memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 kepada Penyidik yang tercantum pada Surat Perintah Penyidik Nomor: PRIN-4/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 6 Desember 2023 dan Nomor: PRIN-8/DIK/WPJ.26/2023 tanggal 14 Mei 2024. Pemohon berpendapat, tidak ada izin dari Menteri Keuangan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Rantauprapat untuk memperlihatkan bukti SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 kepada Penyidik karena sebenarnya SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 itu sudah sempat dikuasai oleh Kepala Kantor Wilayah DJP SUMUT II tanpa kewenangan yang sah dan menguasai secara tidak sah sebagaimana dinyatakan dalam putusan Praperadilan Nomor: 2/Pid.pra/2022/PN Pms. Apabila SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 itu digunakan di dalam Penyidikan ini, akan timbul pertanyaan yaitu bagaimana mengkonversi SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 yang telah dikuasai oleh Pejabat Tidak Berwenang berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Nomor: SPP.BP.P-09/WPJ.26/2018 tanggal 05 November 2018 dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan Nomor: PEMB.BP.P-09/WPJ.26/2018 tanggal 05 November 2018 dapat kembali menjadi bersifat rahasia untuk memenuhi ketentuan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (3) UU KUP yang seterusnya dapat digunakan untuk disita menurut Pasal 43 KUHAP untuk kemudian dijadikan ALAT BUKTI menurut Pasal 184 KUHAP untuk menerbitkan penetapan tersangka a quo? Oleh karena SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 itu sudah sempat dulu melanggar kerahasiaan karena sempat diserahkan oleh Kepala KPP Rantau Prapat ke Kakanwil berdasarkan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan Nomor: PEMB.BP.P-09/WPJ.26/2018 tanggal 05 November 2018 dan dibuktikan juga di dalam jawaban-jawaban pada Putusan Praperadilan Nomor: 2/Pid.pra/2022/PN Pms, sesungguhnya tidak ada alat bukti yang cukup dan sah yang dijadikan sebagai dasar menerbitkan S-2/TAP/TSK/WPJ.26/2024 tanggal 14 Mei 2024 Hal Pemberitahuan Penetapan Tersangka. Apalagi sesuai dengan ketentuan Pasal 43A UU KUP diatas, yang menyatakan Pemeriksaan bukti permulaan terlebih dahulu baru dilakukan Penyidikan. Dan ditegaskan dalam pertimbangan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi pada putusan nomor: 83/PUU-XXI/2023 tanggal 13 Februari 2024 (halaman 248) menyebutkan: Berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah berpendapat oleh karena frasa “pemeriksaan bukti permulaan sebelum penyidikan” dalam norma Pasal 43A ayat (1) dalam Pasal 2 angka 13 UU 7/2021 yang di dalamnya memperbolehkan dilakukannya tindakan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 43A ayat (4) dalam Pasal 2 angka 13 UU 7/2021 yang sesungguhnya merupakan bagian dari tindakan upaya paksa. Dengan demikian diketahui dengan jelas bahwa pada Pasal 43A ayat (1) UU KUP membolehkan upaya paksa. Dengan demikian, Pemohon meyakini tidak ada izin geledah dan sita dari Ketua Pengadilan Negeri bagi Pemeriksa Bukti Permulaan untuk menggeledah dan menyita SPT PPN dari Kepala KPP Rantau Prapat untuk menerbitkan Laporan Kejadian Nomor: LAP-2/WPJ.264/2023 tanggal 5 desember 2023. Apalagi sebelumnya SPT PPN Masa Pajak SPT Masa PPN Desember 2013 sampai SPT Masa PPN Oktober 2017 dan seluruh Faktur Pajak yang diterbitkan tahun 2017 itu sudah dikuasai oleh Kakanwil DJP SUMUT II berdasarkan Surat Perintah Pemeriksaan Bukti Permulaan Tindak Pidana di Bidang Perpajakan Nomor: SPP.BP.P-09/WPJ.26/2018 tanggal 05 November 2018 dan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Bukti Permulaan Nomor: PEMB.BP.P-09/WPJ.26/2018 tanggal 05 November 2018 yang sudah dinyatakan tidak sah oleh Putusan Praperadilan Nomor: 2/Pid.Pra/2022/PN Pms.
Berdasarkan seluruh alasan-alasan atau pertimbangan-pertimbangan di atas, mohon Hakim Yang Mulia dalam perkara ini untuk memberikan Putusan seadil-adilnya berupa:
Apabila Yang Mulia berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya (ex aequo et bono) |
||||
Pihak Dipublikasikan | Ya |