Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI PEMATANG SIANTAR
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
4/Pid.Pra/2024/PN Pms Muhammad Sahri Pulungan Kapolri Cq. Kapolda Sumatera Utara Cq. Kapolres P. Siantar Cq. Kapolsek Siantar Utara Minutasi
Tanggal Pendaftaran Rabu, 23 Okt. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penetapan tersangka
Nomor Perkara 4/Pid.Pra/2024/PN Pms
Tanggal Surat Rabu, 23 Okt. 2024
Nomor Surat -
Pemohon
NoNama
1Muhammad Sahri Pulungan
Termohon
NoNama
1Kapolri Cq. Kapolda Sumatera Utara Cq. Kapolres P. Siantar Cq. Kapolsek Siantar Utara
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Adapun yang menjadi argumentasi Hukum pemohon adalah sebagai berikut :

  1. Dasar Hukum Praperadilan

 

  1. Bahwa Permohonan Praperadilan ini di ajukan berdasarkan undang undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana ( KUHAP ), Yang mana Di dalam Pasal 77 Berbunyi Sebagai berikut :

“Pengadilan Negeri Berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang undang ini tentang:

  1. Sah Tidaknya Penagkapan, Penahanan, Penghentian Penyidikan atau Penghentian Penuntutan;
  2. Ganti Kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada Tingkat Penyidikan atau Penuntutan”.

 

Terkait dengan hal tersebut diatas, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU/XII/2014 memperluas kewenangan prapradilan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan pasal 77 huruf a KUHAP, tetapi termasuk juga Penetapan Tersangka, Penyitaan dan Penggeledahan. sehubungan dengan putusaan tersebut selanjutnya Mahkamah Agung mengeluarkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 Tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.

Pasal 2

(1) Obyek Praperadilan adalah:

  1. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan;
  2. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

 

(2) Pemeriksaan Praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara.

  1. Bahwa Mahkamah Konstitusi mengubah Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) dengan menambahkan frasa 'minimal dua alat bukti' dalam Penetapan Tersangka dalam proses penyidikan;
  2. Bahwa mengenai bukti permulaan yang cukup atau bukti cukup dalam KUHAP (Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) ) juga semakin diperjelas Mahkamah Konstitusi bahwa yg dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup adalah berdasarkan pada minimal dua alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP yaitu :

Alat bukti yang sah ialah:

  1. Keterangan Saksi;
  2. Keterangan Ahli;
  3. Surat;
  4. Petunjuk;
  5. Keterangan Terdakwa.
  1. Bahwa terdapat beberapa yurisprudensi yang memperkuat dan melindungi hak-hak tersangka, sehingga lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan mengadili keabsahan penetapan tersangka seperti yang terdapat dalam perkara berikut :
  1. Putusan Pengadilan Negeri Bengkayang No. 01/Pid.Prap/2011/PN.BKY tanggal 18 Mei 2011;
  2. Putusan Mahkamah Agung No. 88 PK/PID/2011 tanggal 17 Januari 2012;
  3. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 38/Pid.Prap/2012/Pn.Jkt.Sel tanggal 27 November 2012;
  4. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 04/Pid.Prap/2015/PN.Jkt.Sel tanggal 15 Februari 2015;
  5. Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 36/Pid.Prap/2015/Pn.Jkt.Sel tanggal 26 Mei 2015;
  6. Dan lain sebagainya;
  1. Bahwa melalui Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 memperkuat diakuinya lembaga praperadilan juga dapat memeriksa dan dan mengadili keabsahan penetapan tersangka, seperti pada kutipan putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 sebagai berikut :
    •  

 

  • Mengabulkan Permohonan praperadilan untuk sebagian :
  • Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  1. Pasal 77 huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang hukum acara pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1981, Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai termasuk Penetapan Tersangka, Penggeledahan dan Penyitaan;
  2. Bahwa Putusan MK bersifat final dan mengikat, serta berlaku asas Res Judicata (Putusan Hakim Harus dianggap benar) serta Putusan MK bersifat Erga Omnes (berlaku secara umum), maka harus menjadi rujukan dalam setiap proses pemeriksaan oleh Termohon;
  3. Bahwa selanjutnya Pasal 79 Undang Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab undang undang hukum acara Pidana (KUHAP) Berbunyi sebagai berikut:

“Permintaan pemeriksaan tentang sah atau tidaknya suatu penangkapan atau Penahanan diajukan oleh Tersangka, keluarga atau kuasanya kepada Ketua Pengadilan Negeri dengan Menyebutkan alasannya’’.

 

  1. Alasan Diajukannya Permohonan Praperadilan
  1. Bahwa Pemohon yang Bernama Muhammad sahri Pulungan merupakan melakukan Penganiayaan kepada Anjes Mario Putra Sihombing dengan menggunakan tangan kanan sebanyak satu kali bagian bahunya, bukan melakukan Penganiayan kepada JHOSUA MARIO PUTRA SIHOMBING sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/75/IX/2024/SPKT/POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024;
  2. Bahwa awal mulanya timbulnya perkara a quo pada tanggal 25 September 2024 dimulai adanya penganiayaan  yang dilakukan   Muhammad sahri Pulungan memukul korban Anjes Chrisman  sitompul dengan menggunakan tangan kanan sebanyak satu kali bagian bahunya , sesuai dengan LP/B/75/IX/2024/SPKT/POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024 dengan Pelapor yang Bernama  JOSUA MARIO PUTRA SIHOMBING, akan tetapi Laporan tersebut di proses;
  3. Bahwa Muhammad sahri Pulungan memukul Korban yang Bernama Anjes Chrisman  sitompul hanya satu kali dengan menggunakan dengan menggunakan tangan kanan sebanyak satu kali bagian bahunya pada hari kamis 25 september 2024 sekira pukul 22.15 Wib di jalan Dr. Wahidin, Kel.Melayu, Kec. Siantar utara yang menjadi tempat kejadian perkara ( locus delicty);
  4. Bahwa pada tanggal 25 September 2024 25 september 2024 sekira pukul 22.15 Wib,  Restu Aji koto, Fitra, Dian, Noval, Nanang, Arifka Farhan Batubara juga melakukan penganiayaan terhadap korban JOSHUA MARIO PUTRA SIHOMBING  sesuai Laporan Polisi Nomor : LP / B / 75 / IX / 2024 / SPKT / POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024;
  5. Bahwa setelah terjadi Penganiayaan di jalan Dr Wahidin, kel. Melayu, Kec. Siantar Utara, kemudian  atas nama JOSHUA MARIO PUTRA SIHOMBING  melaporkan kejadian tersebut ke POLSEK SIANTAR UTARA sebagaimana dalam Laporan Polisi Nomor : LP/B/75/IX/2024/SPKT/POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024;
  6. Bahwa Laporan Polisi Nomor : LP/B/75/IX/2024/SPKT/POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024 tidak berdasar dan tidak sesuai fakta-fakta yang sebenarnya sehingga patut di duga memberikan laporan palsu yang hanya mengada-ngada;
  7. Bahwa POLSEK SIANTAR UTARA hanya memproses Laporan Polisi Nomor :LP/B/75/IX/2024/SPKT/POLSEK SIANTAR UTARA / POLRES PEMATANGSIANTAR / POLDA SUMATERA UTARA tanggal 25 September 2024 tidak berdasar dan tidak sesuai fakta-fakta yang sebenarnya;
  8. sedangkan Laporan Penganiayaan Joshua Mario Putra Sihombing yang dilakukan  RESTU Aji Koto, Fitra, Dian, Noval, nanang, dan arifka Farhan batubara maupun Penganiayaan secara bersama-sama yang dilakukan sebenarnya tidak di proses oleh Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA;
  9. Bahwa Pemohon sesungguhnya adalah memukul Anjes Chrisman Sitompul dengan menggunakan tangan kanan sebanyak satu Kali bagian bahunya, akan tetapi malah ditetapkan sebagai Tersangka oleh Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA;
  10. Bahwa pada saat kejadian tersebut pada tanggal 25 Septeber 2024 di jl Dr Wahidin, Kel. Melayu, kec.Siantar utara Kota PematangSiantar muhmmad sahri Pulungan kemudian  dimasukkan ke dalam Mobil Polisi dan dibawa ke POLSEK SIANTAR UTARA, sementara selaku Pemohon menjelaskan kejadian tersebut, akan tetapi Penyidik tidak memperdulikan hal tersebut;
  11. Bahwa tindakan paksa Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA yang membawa Muhammad sari Pulungan secara paksa pada tanggal 25 September 2024, dan pada hari/tanggal yang bersamaan pula langsung menerbitkan :
  1. Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/17/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  2. Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: SP. Tap/18/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  3. Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han / 17 / IX / 2024 / Reskrim tertanggal 26 September 2024;

 

  1. Bahwa Termohon tidak memenuhi syarat – syarat untuk menentukan Pemohon sebagai Tersangka sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP karena tidak cukup bukti, yang mana Termohon hanya membenarkan keterangan Josua Mario Putra Sihombing dan bukan keterangan Anjes Chrisman Sitompul tanpa didukung oleh alat bukti otentik seperti Visum et Repertum ( VER ) maupun alat bukti lainnya;

 

  1. URAIAN DAN FAKTA HUKUM
  2. Pemohon Sebagai Tersangka Tidak Cukup Bukti dan Penetapan Pemohon Sebagai Tersangka Merupakan Tindakan Kesewenang-Wenangan Termohon.
  1. Bahwa seharusnya Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA dalam melakukan pemeriksaan para saksi secara ( fair ) agar para pihak baik pelapor dan terlapor dan saksi-saksi yang meringankan maupun yang memberatkan dapat memberi keterangan secara seimbang;
  2. Bahwa penetapan Pemohon sebagai Tersangka tidak  dilakukan Pemeriksaan seluruh saksi Ad de Charge dari Pemohon, yang mana dalam Berita Acara Pemeriksaan Pemohon sebagai Tersangka menyebutkan Saksi-Saksi yang menguntungkan, tetapi hanya 1 ( satu ) saja yang dipanggil Termohon,  bahkan pemanggilan Saksi dari Pemohon tidak melalui surat resmi, akan tetapi hanya melalui telepon selular saja yang tidak diketahui siapa dan pangkat apa yang menelepon saksi Anjes Chrisman Sitompul tersebut,  sehingga jelas tindakan Termohon melanggar syarat formil yang diatur dalam KUHAP ;
  3. Bahwa berdasarkan uraian diatas Pemohon berkeyakinan bahwa Termohon tidak memiliki 2 (dua) alat bukti sebagaima diatur didalam pasal 184 KUHAP dalam menetapkan Pemohon sebagai Tersangka atas dugaan tindak pidana Penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat ( 1) KUHP;
  4. Bahwa penangkapan, Penahanan dan Penetapan Tersangka yang dilakukan Termohon terhadap Pemohon adalah tindakan sewenang-wenang yang telah melanggar peraturan perundang-undangan yang tidak melaksanakan apa yang diamanatkan Pasal 18 Ayat (1) dan Ayat (3), sehingga perbuatan Termohon telah melanggar ketentuan Pasal 18 Ayat (1) dan Ayat (3) KUHAPidana:

Pasal 18

(1) “ Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas kepolisian Negara Republik Indonesia dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada Tersangka surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas Tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa”.

(2) “Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) harus diberikan kepada keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan”.

 

  1. Bahwa Termohon tidak memberitahukan alasan Penangkapan sewaktu melakukan penangkapan Pemohon, dan bahkan tidak segera memberikan Surat Perintah Penangkapan kepada keluarga Pemohon;
  2. Bahwa pada tanggal 9 oktober  2024 Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA langsung mengajukan Perpanjangan Penahanan terhadap Pemohon Ke Kejaksaan Negeri Pematangsiantar sesuai suratnya Nomor: K / 17-a / X / 2024 / Reskrim, sehingga sangat janggal  penyidikan yang dilakukan terhadap Pemohon yang baru ditahan 14 hari sudah diajukan perpanjangan Penahanan ke  Kejaksaan Negeri Pematangsiantar sesuai Surat Perpanjangan Penahanan Nomor : B-2010/L.2.12./Eoh.1/10/2024 yang diterbitkan pada tanggal 09 Oktober 2024, sehingga kemudian terlihat kejanggalan lainya yaitu perpanjangan penahanan yang ditetapkan dalam surat tersebut yaitu untuk tanggal 26 September 2024 s/d 15 Oktober 2024, sedangkan diterbitkan nya Surat Perpanjangan Penahanan tersebut masih tanggal 09 Oktober 2024, yang artinya belum habis masa penahanannya yang seharusnya berakhir pada tanggal 24 Desember 2023, sebagaimana masa Penahanan yaitu 20 hari dan dapat diperpanjang paling lama 40 hari setelah masa penahanan tersebut berakhir, akan tetapi Termohon telah memperpanjang masa penahanan Pemohon pada tanggal 26 September 2024;
  3. Bahwa Tindak Pidana yang disangkakan Termohon terhadap Pemohon adalah Tindak Pidana Penganiayaan Ringan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) KUHPidana, yang mana ancaman hukumannya ialah maksimal 2 Tahun 8 Bulan, sehingga tidak wajib dilakukan Penahanan sesuai Pasal 21 KUHAP, akan tetapi Penyidik POLSEK SIANTAR UTARA memaksakan untuk melakukan Penahanan terhadap Pemohon;
  4. Bahwa berdasarkan uraian diatas Pemohon berkeyakinan bahwa 2 (dua) alat bukti belum terpenuhi sebagaima diatur didalam KUHAP dalam hal menetapkan Pemohon sebagai Tersangka atas dugaan melakukan tindak pidana “Penganiayaan “sebagaiamana dimaksud dalam 170 ayat (1) Jo. Pasal 351 ayat ( 1 ) KUHPidana;
  5. Bahwa dengan demikian Penetapan Pemohon sebagai Tersangka oleh Termohon yang tidak didasari minimal 2 (dua) alat bukti yang cukup merupakan tindakan yang tidak sah dan batal demi hukum;
  6.  Bahwa oleh karena Rangkaian Penyelidikan dan Penyidikan yang dilakukan Termohon cacat Formil, maka dengan ini mohon  agar Yang Mulia Hakim Praperadilan pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk menjatuhkan putusan menyatakan cacat formil dan bertentangan dengan hukum formil Penangkapan, Penahanan dan  Penetapan tersangka yang ditetapkan Termohon terhadap Pemohon  ;
  7. Bahwa oleh karena penetapan Pemohon sebagai Tersangka tidak sah dan  cacat formil, maka Pemohon meminta kepada Yang Mulia Hakim Praperadilan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk  Memerintahkan Termohon untuk segera membebaskan Pemohon dari Rumah Tahanan Negara POLSEK SIANTAR UTARA tanpa syarat;
  1. PERMOHONAN
  2. kan uraian dan argumentasi hukum serta fakta-fakta yuridis diatas, Pemohon memohon kepada Yang Mulia Hakim Praperadilan yang memeriksa dan mengadili perkara a quo agar  memanggil para pihak yang beperkara untuk hadir bersidang pada hari dan tempat yang ditentukan untuk itu dan berkenan memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:

 

  1. Mengabulkan Permohonan Praperadilan Pemohon untuk seluruhnya;
  2. Menyatakan Tidak Sah dan Batal Demi Hukum:
  1. Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/17/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  2. Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: SP. Tap/18/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  3. Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han / 17 / IX / 2024 / Reskrim tertanggal 26 September 2024;

atas dugaan Tindak Pidana “Penganiayaan” sebagaimana dimaksud dalam 170 ayat (1) Jo. Pasal 351 ayat ( 1 ) KUHPidana ;

 

  1. Menyatakan  cacat formil dan bertentangan dengan hukum formil:
  1. Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/17/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  2. Surat Ketetapan tentang Penetapan Tersangka Nomor: SP. Tap/18/IX/2024/Reskrim tanggal 26 September 2024;
  3. Surat Perintah Penahanan Nomor SP.Han / 17 / IX / 2024 / Reskrim tertanggal 26 September 2024;
  1. Memerintahkan kepada Termohon untuk segera membebaskan Pemohon dari Rumah Tahanan Negara Kepolisian Resor Pematangsiantar tanpa syarat setelah pembacaan putusan ini;
  2. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.

Pemohon sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Mulia Hakim Tunggal yang memeriksa, mengadili perkara a quo pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar untuk memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan.

Apabila Yang Mulia Hakim Tunggal yang memeriksa dan mengadili Perkara a quo pada Pengadilan Negeri Pematangsiantar berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono).

Pihak Dipublikasikan Ya